Pagi ini aku malu keluar kamar bahkan keluar rumah, wajah ku terlihat
aneh karena mataku sembab hidungku merah seperti seorang badut yang lupa
menghapus make up nya sebelum tidur. Mungkin karena aku kurang tidur
sekaligus hasilku menangis semalaman. Pagi ini pun aku juga masih
menangis tersedu, mungkin karena aku belum bisa melupakan kejadian
kemarin malam yang sungguh diluar dugaan. Pagi ini aku tak sengaja
menulis ini yang seharusnya aku menulis satu bulan lagi. Saat hubunganku
dengan dia menginjak dua bulan dengan isi tulisan mengenai bagaimana
aku selalu dibuat jatuh cinta lagi dan lagi. Dan saat tiga bulan nanti
aku ingin menulis lagi untuk bercerita bagaimana romantisnya dia kepada
ku. Begitupun bulan bulan selanjutnya. Ah semua itu sudah tak perlu. Ini
lah tulisan terakhirku tentang aku dan dia.
Kemarin sepulang dari kampus, aku pergi lagi membeli kartu paket internet sekaligus pulsa untuk nomorku yang hari ini sudah memasuki masa tenggang. Aku kehilangan kefokusanku, motor yang ku kendarai berjalan ke arah yang tak ku ketahui sebelumnya. Aku lupa tak membawa smartphone untuk melihat google map, aku hanya membawa stnk dan uang tunai saja yang jumlahnya tak seberapa. Aku hanya mengandalkan feeling saja, setengah jam setelah itu akhirnya aku menemukan jalan yang kuketahui. Lega sudah hatiku karena tak perlu tersasar terlalu jauh lagi. Setibanya aku di bapak penjual pulsa, aku menuliskan nomor hp ku seperti biasanya di tempat penjual lain. Aku tak merasa ada yang salah dengan rangkaian nomorku, karena aku sudah hafal. Tapi setelah beberapa jam aku sampai di rumah aku baru ingat sepertinya nomor yang ku catat tadi ada yang salah. Ternyata benar sekali, tak ada pulsa masuk ke nomor ku yang ada pesan masuk mengenai hari ini nomorku sudah memasuki masa tenggang. Ah ada apa sebenarnya denganku kemarin.
Detik demi detik berlalu, dia belum juga membalas pesan suara ku. Aku pun mulai resah. Apa yang dia fikirkan setelah mendengarnya? Apakah aku membuatnya bersedih? Mengenai isi pesan suara itu sepertinya itu kebodohanku. Itu kesalahanku. Aku tak berfikir ulang sebelum mengirimnya yang ternyata aku belum siap menerima resikonya.
Pukul 8.40 PM dia meneleponku, 2 kali tak terjawab lagi di menit berikutnya. Pukul 8.56 PM aku baru membuka hp sehingga tak mengetahuinya. Pukul 9.11 PM dia menelpon lagi, tapi aku tak tahu. Baru pukul 9.25 PM teleponku dan dia mulai tersambung. Mulanya dia sangat bingung memulainya, sedang hatiku berdegup tak karuan takut terjadi hal yang tak ku inginkan.
Dia mulai menjawab beberapa hal dari pesan suaraku siang kemarin. Aku hanya diam mendengarnya. Mencerna kata demi kata yang ia ucapkan. Dan yang ku tahu kata- kata itu menuju ke arah yang tak ku harapkan sebelumnya. Semua penjelasan panjang lebarnya hingga suara sesak tangisnya pun terdengar di keheningan malam itu. Akupun tak kuasa mengatakannya, aku tak kuasa mendengarnya bahwa aku dan dia sama sama setuju hubungan ini berakhir malam tadi dengan semua pertimbangan yang entah sudah benar atau belum. Dia tak menginginkan hal ini, begitupun aku. Tapi hasil mempertimbangkan semuanya yang terbaik adalah mengakhiri hubungan ini. Tangis kami pecah, tak bisa menahannya.
Dia masih mencintaiku, aku pun juga sungguh mencintainnya. Entah ego atau apa yang membuat hubungan ini berakhir. Semoga inilah keputusan yang terbaik dan jika sudah jalannya maka kelak aku pasti akan dipertemukan lagi dengannya.
"Terimakasih untuk semuanya
Maaf aku sering membuatmu khawatir
Jangan lupa minum air yang banyak
Jangan lupa senyum Jangan patah semangat
Tetaplah menjadi cahaya, bukan hanya untukku tetapi untuk semua yang membutuhkan Banyakin senyumnya )"
Ah rangkaian kalimat panjang itu terus keluar darinya. Dia mengucapnya sembari senggukan karena tangisnya makin menjadi jadi. Aku tak kuasa menahan tangis juga. Hingga aku hanya terdiam mendengar semuanya.
"Terimakasih juga atas kebaikanmu selama ini
Terimakasih sudah mencintaiku
Terimakasih sudah mau menyayangiku
Terimakasih atas semua kejuatannya selama ini
Maaf juga atas semua kesalahanku selama ini
Tetep semangat
Jangan lelah belajar
Jangan sampai telat makan
Jangan lupa diminum obatnya
Teruslah menjadi rembulan paling bersinar diantara benda benda langit lainnya
Teruslah meningkatkan kualitas diri, hingga kebersinaranmu suatu saat nanti membuatku ingin meraihmu kembali, membuatku kebingungan apakah kamu yang bersinar terang itu adalah (nama lengkap dia) yang kukenal dulu atau bukan."
Akupun mengatakannya setelah berusaha menenangkan hatiku. Walau tetap ada tangis yang terdengar di antara kalimat- kalimat itu.
Kita pernah coba hempas
Kita pernah coba lawan
Kita pernah coba melupakan
rasa yang meradang
Air mata tak bisa terelakkan lagi, entah sampai jam berapa. Aku masih saja menangis tersedu- sedu, didalam kamar yang ku matikan lampunya, gelap gulita. Menampik rindu yang tak boleh lagi ada, merelakan kenangan yang telah lama tercipta, memendam rasa yang sudah terlajur dalam dan menghindari semua kabar tentang dia sebelum hatiku benar- benar bisa ikhlas menerima semuanya. Aku sudah terbiasa dengan pesannya di setiap aku baru membuka mata hingga aku terpejam dengan sendirinya. Apa sekarang aku bisa terbiasa tak membaca kata- kata indah darinya? Ah pasti bisa kok. Semua harus di biasakan seperti ini. Agar aku dan dia bisa saling fokus pada cita masing- masing.
Kubiarkan dia berkelana menyusuri setiap sudut benua agar sinarnya bertambah terang. Aku akan bahagia mendengar kabar kebersinarannya nanti. Aku turut bangga atas yang dia raih. Walau aku tak turut andil dalam usaha meraihnya. Tapi kelak dia pasti akan bisa meraih semua yang telah dia rencanakan. Fokuslah dalam menggapainya. Tetap semangat, sayang. (Ini terakhir ku memanggil dia ini, maaf). Aku benar- benar akan bahagia melihat dia berjalan di pintu yang dia impikan.
Sekarang saatnya untuk lebih fokus dalam menggapai cita, ku kesampingkan dulu masalah cinta hingga aku siap menjalaninya nanti. Begitupun dengan dia. Jika tidak di dunia, semoga di jannahnya kelak kita dipertemukan kembali.
Kamu, yang kuharap- harap menjadi rembulanku. Aku, yang semoga tetap menjadi cahaya rembulanmu.
((Kamu tak melukaiku, "mungkin" aku yang melukaimu. Maaf))
Saturday, September 16, 2017
Kiriman diambil dari catatan facebook pribadi.
Zulinda Nur Saidah
Kemarin sepulang dari kampus, aku pergi lagi membeli kartu paket internet sekaligus pulsa untuk nomorku yang hari ini sudah memasuki masa tenggang. Aku kehilangan kefokusanku, motor yang ku kendarai berjalan ke arah yang tak ku ketahui sebelumnya. Aku lupa tak membawa smartphone untuk melihat google map, aku hanya membawa stnk dan uang tunai saja yang jumlahnya tak seberapa. Aku hanya mengandalkan feeling saja, setengah jam setelah itu akhirnya aku menemukan jalan yang kuketahui. Lega sudah hatiku karena tak perlu tersasar terlalu jauh lagi. Setibanya aku di bapak penjual pulsa, aku menuliskan nomor hp ku seperti biasanya di tempat penjual lain. Aku tak merasa ada yang salah dengan rangkaian nomorku, karena aku sudah hafal. Tapi setelah beberapa jam aku sampai di rumah aku baru ingat sepertinya nomor yang ku catat tadi ada yang salah. Ternyata benar sekali, tak ada pulsa masuk ke nomor ku yang ada pesan masuk mengenai hari ini nomorku sudah memasuki masa tenggang. Ah ada apa sebenarnya denganku kemarin.
Detik demi detik berlalu, dia belum juga membalas pesan suara ku. Aku pun mulai resah. Apa yang dia fikirkan setelah mendengarnya? Apakah aku membuatnya bersedih? Mengenai isi pesan suara itu sepertinya itu kebodohanku. Itu kesalahanku. Aku tak berfikir ulang sebelum mengirimnya yang ternyata aku belum siap menerima resikonya.
Pukul 8.40 PM dia meneleponku, 2 kali tak terjawab lagi di menit berikutnya. Pukul 8.56 PM aku baru membuka hp sehingga tak mengetahuinya. Pukul 9.11 PM dia menelpon lagi, tapi aku tak tahu. Baru pukul 9.25 PM teleponku dan dia mulai tersambung. Mulanya dia sangat bingung memulainya, sedang hatiku berdegup tak karuan takut terjadi hal yang tak ku inginkan.
Dia mulai menjawab beberapa hal dari pesan suaraku siang kemarin. Aku hanya diam mendengarnya. Mencerna kata demi kata yang ia ucapkan. Dan yang ku tahu kata- kata itu menuju ke arah yang tak ku harapkan sebelumnya. Semua penjelasan panjang lebarnya hingga suara sesak tangisnya pun terdengar di keheningan malam itu. Akupun tak kuasa mengatakannya, aku tak kuasa mendengarnya bahwa aku dan dia sama sama setuju hubungan ini berakhir malam tadi dengan semua pertimbangan yang entah sudah benar atau belum. Dia tak menginginkan hal ini, begitupun aku. Tapi hasil mempertimbangkan semuanya yang terbaik adalah mengakhiri hubungan ini. Tangis kami pecah, tak bisa menahannya.
Dia masih mencintaiku, aku pun juga sungguh mencintainnya. Entah ego atau apa yang membuat hubungan ini berakhir. Semoga inilah keputusan yang terbaik dan jika sudah jalannya maka kelak aku pasti akan dipertemukan lagi dengannya.
"Terimakasih untuk semuanya
Maaf aku sering membuatmu khawatir
Jangan lupa minum air yang banyak
Jangan lupa senyum Jangan patah semangat
Tetaplah menjadi cahaya, bukan hanya untukku tetapi untuk semua yang membutuhkan Banyakin senyumnya )"
Ah rangkaian kalimat panjang itu terus keluar darinya. Dia mengucapnya sembari senggukan karena tangisnya makin menjadi jadi. Aku tak kuasa menahan tangis juga. Hingga aku hanya terdiam mendengar semuanya.
"Terimakasih juga atas kebaikanmu selama ini
Terimakasih sudah mencintaiku
Terimakasih sudah mau menyayangiku
Terimakasih atas semua kejuatannya selama ini
Maaf juga atas semua kesalahanku selama ini
Tetep semangat
Jangan lelah belajar
Jangan sampai telat makan
Jangan lupa diminum obatnya
Teruslah menjadi rembulan paling bersinar diantara benda benda langit lainnya
Teruslah meningkatkan kualitas diri, hingga kebersinaranmu suatu saat nanti membuatku ingin meraihmu kembali, membuatku kebingungan apakah kamu yang bersinar terang itu adalah (nama lengkap dia) yang kukenal dulu atau bukan."
Akupun mengatakannya setelah berusaha menenangkan hatiku. Walau tetap ada tangis yang terdengar di antara kalimat- kalimat itu.
Kalimat demi kalimat terus terlontar dari
bibir ku dan dia. Suara tangis yang lebih banyak aku dan dia dengar.
Akupun tak ingin dia menangis terus menerus. Aku memintanya untuk
menyanyikan sebuah lagu sebelum aku mengkhiri telepon. Dia malu menyanyi
karena pasti bercampur tangis, aku bilang tak apa- apa. Dia memberi
syarat setelah itu aku harus menyanyi untuknya, plak! Aku seketika lupa
semu lirik lagu, tapi tetap ku iyakan. Dia pun menyanyi lagu dari Fiersa
Besari.
Kita pernah coba hempas
Kita pernah coba lawan
Kita pernah coba melupakan
rasa yang meradang
Kau bilang perbedaan ini
bagaikan jurang pemisah
Maka biarkan aku menyeberang
dan coba berjuang
Tetaplah di sini, jangan pernah pergi
Meski hidup berat, kau memilikiku
Ketika kau sakit, ketika kau terluka
Aku akan menjagamu hingga napas ini habis
Giliranku untuk menyanyi. Ah menyanyi apa, fikiranku tiba- tiba blank.
Aku hanya teringat sedikit lirik lagu dari edcoustic saja. Aku nyanyikan
lagu itu. Tapi ternyata lirikku salah. Tidak apa- apa setidaknya aku
sudah menyanyi untuk dia.
Kami sudah bisa mulai bercanda. Dia mencarikan beberapa lagu dari
youtube, dan kami dengarkan bersama. Sesekali dia ikut menyanyi,
suaranya tak sebagus penyanyi aslinya tapi setidaknya terdengar indah di
telingaku. Beberapa menit lagi sudah pukul 12 malam. Kami putuskan
untuk mengakhiri pembicaraan ini.
"Baik- baik ya disana"
"Kamu juga baik- baik ya disana"
"Ya udah ya, Assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam"
Air mata tak bisa terelakkan lagi, entah sampai jam berapa. Aku masih saja menangis tersedu- sedu, didalam kamar yang ku matikan lampunya, gelap gulita. Menampik rindu yang tak boleh lagi ada, merelakan kenangan yang telah lama tercipta, memendam rasa yang sudah terlajur dalam dan menghindari semua kabar tentang dia sebelum hatiku benar- benar bisa ikhlas menerima semuanya. Aku sudah terbiasa dengan pesannya di setiap aku baru membuka mata hingga aku terpejam dengan sendirinya. Apa sekarang aku bisa terbiasa tak membaca kata- kata indah darinya? Ah pasti bisa kok. Semua harus di biasakan seperti ini. Agar aku dan dia bisa saling fokus pada cita masing- masing.
Kubiarkan dia berkelana menyusuri setiap sudut benua agar sinarnya bertambah terang. Aku akan bahagia mendengar kabar kebersinarannya nanti. Aku turut bangga atas yang dia raih. Walau aku tak turut andil dalam usaha meraihnya. Tapi kelak dia pasti akan bisa meraih semua yang telah dia rencanakan. Fokuslah dalam menggapainya. Tetap semangat, sayang. (Ini terakhir ku memanggil dia ini, maaf). Aku benar- benar akan bahagia melihat dia berjalan di pintu yang dia impikan.
Sekarang saatnya untuk lebih fokus dalam menggapai cita, ku kesampingkan dulu masalah cinta hingga aku siap menjalaninya nanti. Begitupun dengan dia. Jika tidak di dunia, semoga di jannahnya kelak kita dipertemukan kembali.
Kamu, yang kuharap- harap menjadi rembulanku. Aku, yang semoga tetap menjadi cahaya rembulanmu.
Aku disini baik kok, kamu baik baik ya disana.
Saturday, September 16, 2017
Kiriman diambil dari catatan facebook pribadi.
Zulinda Nur Saidah
Komentar
Posting Komentar