Harusnya aku segera tahu diri, aku ini siapa? Di banding dia yang memiliki kelebihan tak terkira. Aku harusnya tak terus mengemis cintanya. Mungkin saat itu ia hanya sedang berbaik hati saja, tidak benar- benar cinta. Bisa jadi karena kasihan melihat diriku yang banyak kurangnya. Iya, aku harusnya segera paham. Mana mungkin sosok seperti dia mau suka dengan wanita yang jelek seperti diriku. Hei, aku harus sadar! Saat hari berakhirnya hubunganku dengan dia, apa dia berusaha memperjuangkan ku? Tidak-kan? Lantas kenapa aku masih memperjuangkan dia lagi. Apa pedulinya dia padaku? Tidak ada kan? Sungguh kasihan diriku ini. Mungkin dengan berakhirnya hubungan itu, malah membuat dia bahagia. Terbebas dari belenggu apalah.. entahlah.... Ya sudah, terima saja apa kata nasib. Tak perlu terus- terusan meratapi dia. Dia yang entah masih peduli atau tidak. Eitss maaf, aku masih berharap. Aku ralat. Dia yang jelas tidak peduli. Haru...
Semua tulisan disini sengaja di buat untuk tabungan tawa dan senyum di masa depan, istilahnya sebagai celengan pribadi kedua setelah celengan ayam di kamar. Baca saja dan selamilah diam- diam. Carilah letak penokohan yang tepat, entah sebagai aku, kamu atau dia. Dengan begitu akan lebih mudah memahaminya. Dan terimakasih jika sudah menyempatkan membaca, semoga ada kesempatan untuk saling menyapa di dunia nyata.